Berita  

GPK Aliansi Tepi Barat Berharap Kepada Kemenag dan Instansi Terkait Monitoring dan Amankan Pelajar (Santriwan-Santriwati) dari Tindakan Asusila, Yanto Pethuk: Kami tunggu janji Kemenag

 

MAGELANG,1Fakta.com  – Gerakan pemuda Ka’bah ( GPK) Aliansi Tepi Barat yang saat ini mengawal kasus kekerasan seksual terhadap 4 (empat) orang santriwati yang dilakukan oleh KH. Ahmad Labib Asrori pengasuh pondok pesantren di Tempuran Magelang yang telah disidangkan di Pengadilan Negeri Mungkid Magelang mengharapkan kepada pihak-pihak terkait untuk bersama-sama mengawal dan mengamankan para pelajar ataupun para santriwan-santriwati yang sedang menempuh pendidikan di berbagai tempat pendidikan baik formal maupun non formal dari tindakan asusila.

Menurut pandangan dari komandan GPK Aliansi Tepi Barat Yanto Pethuk, bahwa tindakan tersebut sangat mencoreng harkat martabat dunia pendidikan dan agama Islam khususnya.

Menyikapi hal seperti ini, Pihak GPK juga telah melakukan audiensi dengan Kementrian Agama (Kemenag) Kabupaten Magelang, Pj. Bupati dan Ketua DPRD yang juga dihadiri legislatif dan eksekutif beberapa waktu lalu.

“Kami telah melakukan audensi bersama pihak terkait, di situ hadir dari pihak Kemenag dan berjanji kepada kami bahwasannya akan melaksanakan sesuai peraturan dan undang-undang yang berlaku. Selain itu, pihak Kemenag akan memasang plang terkait adanyaa pondok pesantren itu yang sudah legal di masing-masing ponpes bersangkutan,” jelasnya saat ditemui di sela-sela pengawalan sidang ke 6 (enam) kasus kekerasan seksual di PN Mungkid, Senin (16/12/2024).

Menurutnya, kelegalan pondok pesantren itu harus ada kejelasan biar ada rasa kenyamanan dan ketenangan bagi masyarakat ataupun orangtua yang akan menitipkan anaknya untuk mencari ilmu di ponpes tersebut.

“Karena pondok pesantren itu sudah barang tentu untuk membentuk akhlakul karimah santriwan ataupun santriwati, jangan sampai santriwan ataupun santriwati menjadi korban yang seperti ini. jangan sampai anak-anak kita menjadi korban asusila kekerasan seksual seperti yang dilakukan oleh Ahmad Labib Asrori ini,” harapnya.

Masih menurut Yanto Pethuk, karena menurut pandanganya, di Kabupaten Magelang ini sudah darurat kekerasan seksual khususnya di pondok pesantren.

“Di tahun 2020 itu pun juga pernah terjadi hal serupa di salah satu pondok pesantren yang juga di Tempuran,” imbuhnya.

Dirinya meyakini bahwa orang tua yang menitipkan anaknya ke pondok pesantren itu butuh agar anak-anaknya mendapatkan pendidikan ilmu yang benar-benar baik dan benar.

“Jangan sampai nanti ada ke sewenang-wenangan dari pimpinan pondok pesantren jangan sampai santriwan santriwan menjadi obyek untuk mencari keuntungan pribadi baik lahir maupun batin dari pengasuh tempat pendidikan, dan jangan sampai mereka itu hanya dimanfaatkan untuk kepentingan politik,” tandasnya.

Disinggung mengenai pernyataan pihak Kemenag, Pemilik nama lengkap Pujianto ini meminta ada ketegasan dari pihak Kemenag.

“Kemenag harus benar-benar memantau ataupun memonitoring terkait adanya aktivitas pondok pesantren yang ada di Kabupaten Magelang. Terlepas itu yang sudah legal ataupun yang belum, Karena ketika pondok pesantren tidak ada legalitasnya nanti akan menjadi sebuah keracuan di kemudian hari,” tegasnya

Yanto Pethuk juga menyampaikan, Kemenag waktu beraudiensi dengan dengan pihaknya yang juga dihadiri Pj. Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Magelang berjanji akan memasang plang pada masing-masing pondok pesantren yang telah Legal/ Terdaftar resmi di Kementrian Agama.

“Kemenag Kabupaten Magelang meminta waktu kurang lebih 1 (satu) bulan untuk memasang plang bahwasannya pondok ini legal,” ujarnya.

Pihaknya akan menunggu hingga janji Kemenag itu ditepati, kalau itu tidak terpasang sudah barang tentu itu kami akan datang ke kemenag untuk menagih janji tersebut, hingga berita ini di turunkan pihak kemenag belum bisa di hubungi.

Red/tim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *