Berita  

Kemudahan Mendapatkan Rokok Ilegal di Krian Kian Mengkhawatirkan

1Fakta.com 

Sidoarjo |Jatim | Peredaran rokok ilegal di wilayah Krian dan sekitarnya kini semakin marak. Kemudahan mendapatkannya membuat masyarakat, terutama dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, beralih menjadi penikmat rokok tanpa cukai tersebut. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri, mengingat dampaknya tidak hanya pada aspek hukum, tetapi juga pada penerimaan negara.

Di beberapa titik wilayah Krian, keberadaan penjual rokok ilegal tampak semakin berani. Mereka bahkan menjajakan barang dagangannya secara terang-terangan di tepi jalan, warung kecil, hingga area pasar. Dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan rokok resmi, barang tanpa pita cukai itu pun laris di pasaran.

Salah seorang warga yang enggan disebut namanya mengaku, dirinya beralih ke rokok tanpa cukai karena harga rokok resmi dinilai sudah tidak terjangkau. “Sekarang rokok biasa sudah mahal. Kalau yang tanpa cukai ini bisa dapat separuh harga. Lumayan buat hemat,” ujarnya sambil menunjukkan bungkus rokok tanpa pita cukai.

Fenomena ini mencerminkan dilema yang cukup kompleks. Di satu sisi, masyarakat kecil mencari alternatif karena tekanan ekonomi. Namun di sisi lain, maraknya peredaran rokok ilegal menyebabkan kerugian besar bagi negara dari sektor penerimaan cukai. Berdasarkan data dari berbagai lembaga, kerugian akibat rokok ilegal di Indonesia mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya.

Selain menimbulkan kerugian negara, peredaran rokok ilegal juga berpotensi menghambat program pemerintah dalam mengendalikan konsumsi tembakau. Rokok tanpa cukai kerap kali tidak melalui uji standar kesehatan, sehingga membahayakan penggunanya. Bahkan dalam beberapa kasus, rokok ilegal diproduksi tanpa izin industri yang jelas.

Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian serius aparat penegak hukum (APH) serta instansi terkait seperti Bea Cukai dan Satpol PP. Penegakan hukum yang tegas diperlukan untuk menertibkan peredaran rokok ilegal di tingkat pedagang maupun distributor. Namun di lapangan, penindakan tampak belum berjalan maksimal, bahkan terkesan longgar.

Beberapa warga setempat menyebut, keberadaan pedagang rokok ilegal sudah berlangsung cukup lama. Mereka muncul silih berganti dengan lokasi berpindah-pindah untuk menghindari razia. “Kalau habis razia ya berhenti sebentar, tapi beberapa hari kemudian muncul lagi. Kayak nggak ada efek jera,” ujar salah satu warga Krian lainnya.

Kelonggaran ini memunculkan tanda tanya besar tentang sejauh mana komitmen aparat dan pemerintah daerah dalam menekan peredaran rokok ilegal. Tanpa langkah tegas dan berkelanjutan, fenomena ini akan terus berulang dan bahkan bisa menjadi kebiasaan yang dianggap wajar di masyarakat.

Pemerintah sebenarnya memiliki payung hukum yang jelas melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Dalam aturan itu disebutkan bahwa menjual, menyimpan, atau mengedarkan barang kena cukai tanpa pita resmi dapat dikenai sanksi pidana dan denda berat. Namun penerapan di lapangan kerap kali tidak sebanding dengan tingkat pelanggaran yang terjadi.

Ke depan, sinergi antara instansi penegak hukum, pemerintah daerah, dan masyarakat sangat dibutuhkan. Sosialisasi bahaya serta dampak ekonomi dari rokok ilegal perlu digalakkan, terutama di wilayah-wilayah rawan seperti Krian. Tanpa kesadaran bersama dan ketegasan penindakan, peredaran rokok ilegal akan terus tumbuh subur dan menjadi ancaman nyata bagi ekonomi negara serta kesehatan masyarakat. Tim