Aceh Utara – 1fakta.com
Sebuah usaha pengolahan kayu (siomil) diduga ilegal di Desa Bidari, Lubok Pusaka, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara, menjadi sorotan publik. Aktivitas penggergajian kayu yang beroperasi secara tertutup itu diduga tidak mengantongi izin resmi dan bebas beroperasi seolah kebal hukum. Lebih jauh, pemiliknya disebut-sebut menggunakan kartu pers sebagai tameng untuk menghalangi liputan wartawan dan pemeriksaan aparat.
Menurut penelusuran media ini pada Rabu 22/10/2025 siomil yang berada dibibir sugai tidak jauh dari pemukiman warga itu beroperasi hampir setiap hari. Truk pengangkut kayu olahan keluar-masuk lokasi pada malam hari. Namun di lokasi tidak ditemukan papan informasi izin usaha, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 64/M-IND/PER/7/2016 tentang Izin Usaha Industri.
“Pernah ada warga yang mempertanyakan izin usaha itu, tapi langsung dibentak. Katanya dia orang media dan tidak bisa disentuh,” kata seorang warga yang meminta namanya dirahasiakan karena alasan keamanan.
Nama H ( Latif ) mencuat sebagai pihak yang diduga mengendalikan siomil tersebut. Kepada masyarakat, ia kerap mengaku memiliki kartu pers, bahkan memamerkannya kepada siapa pun yang mencoba bertanya soal legalitas usaha kayunya. Modus ini diduga digunakan untuk menekan dan menakut-nakuti pihak luar yang ingin mengungkap aktivitasnya.
Padahal, Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 18 ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang yang menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana dengan hukuman penjara 2 tahun atau denda hingga Rp 500 juta. Kartu pers bukan alat perlindungan hukum untuk usaha ilegal, apalagi intimidasi.
Selain itu, jika terbukti tidak memiliki izin resmi, usaha tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, serta berpotensi terjerat Pasal 82 Ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang mengatur pidana bagi pelaku pengolahan kayu tanpa izin.
Namun hingga berita ini diturunkan, keberadaan siomil ilegal itu seolah dibiarkan. Aparat kecamatan dan kepolisian setempat belum mengambil tindakan tegas.
Pengamat hukum kehutanan Aceh, Yusri Abdullah, menilai kasus ini tidak boleh berhenti pada polemik desa. “Jika benar pelaku menggunakan atribut pers untuk melindungi praktik ilegal, itu bukan sekadar pelanggaran izin usaha, tapi sudah masuk ranah penyalahgunaan identitas yang dapat dijerat Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen,” tegasnya.
Warga berharap penegakan hukum tidak tebang pilih. “Kalau rakyat biasa potong kayu satu batang saja ditangkap, masa yang jelas-jelas buka siomil ilegal dibiarkan?” ujar seorang tokoh pemuda Lubok Pusaka.
Kasus ini kini menjadi sorotan. Publik menunggu apakah aparat penegak hukum akan bertindak, atau sekali lagi hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

