Bener Meriah – 1fakta.com
Dzat-Nya menjadi Nur-Nya, Nur-Nya menjadi Sir-Nya, Sir-Nya menjadi Ruh-Nya, Ruh-Nya menjadi Syahwat-Nya, Syahwat-Nya menjadi Akal-Nya, Akal-Nya menjadi Wujud-Nya. Ya Dzat ya Nur, ya Nur ya Sir, ya Sir ya Ruh, yar Ruh ya Syahwat, ya Syahwat ya Akal, ya Akal ya Wujud. Begitulah Yang Ada mengadakan Diri-Nya.
Kemudian Dzat-Nya menciptakan dzat-dzat yang ada, Nur-Nya menciptakan nur-nur yang ada, Sir-Nya menciptakan sir-sir yang ada, Ruh-Nya menciptakan ruh-ruh yang ada, Syahwat-Nya menciptakan syahwat-syahwat yang ada, Akal-Nya menciptakan akal-akal yang ada, Wujud-Nya menciptakan wujud-wujud yang ada. Begitulah Dia menciptakan Kerajaan-Nya.
Begitu juga dengan dzatku yang dari Dzat-Nya, nurku yang dari Nur-Nya, sirku yang dari Sir-Nya, ruhku yang dari Ruh-Nya, syahwatku yang dari Syahwat-Nya, akalku yang dari Akal-Nya, wujudku yang dari Wujud-Nya. Begitulah kerajaanku yang dari Kerajaan-Nya.
Tidak disana tidak disini manusia satu dzatnya. Dari Dzat-Nya, Bersama Dzat-Nya, dan kembali pada Dzat-Nya. begitu juga dengan dzatku berawal dari Dzat-Nya, sekarang Bersama Dzat-Nya, dan berakhir pada Dzat-Nya.
Tidak ada dzat kecuali dari Dzat-Nya, jika ada dzat selain dari Dzat-Nya berarti ada dua Dzat yang mengadakan dzat-dzat yang ada. Jika dzatku merasa bukan dari Dzat-Nya, murtadlah aku karena mengingkari Dzat Yang Esa.
Dzatku diliputi Nur-Nya, nurku diliputi Sir-Nya, sirku diliputi Ruh-Nya, ruhku diliputi Syahwat-Nya, syahwatku diliputi Akal-Nya, akalku diliputi Wujud-Nya, dan wujudku diliputi keberadaan-Nya.
Dzatku terhubung dengan Dzat-Nya, cahayaku terhubung dengan Cahaya-Nya sirku terhubung dengan Sir-Nya, ruhku terhubung dengan Ruh-Nya, syahwatku terhubung dengan Syahwat-Nya, akalku terhubung dengan Akal-Nya, wujudku terhubung dengan Wujud-Nya. Tanpa khianat semua yang ada padaku terhubung dengan semua yang ada pada Diri-Nya.
Aku sunyi saat menyadari dzatku dari Dzat-Nya, aku terang saat menyadari nurku dari Nur-Nya, aku terbuka saat menyadari sirku dari sir-Nya, aku sadar saat menyadari ruhku dari Ruh-Nya, aku senang saat menyadari syahwatku dari Syahwat-Nya, aku tenang saat menyadari akalku dari Akal-Nya, aku nyaman saat menyadari wujudku dari Wujud-Nya.
Tubuhku boleh bergerak kesana kemari, pikiran boleh membahana kemana saja, syahwatku boleh meruah sekendaknya, ruhku boleh terbang bersemesta, sirku boleh mengetahui apa saja, nurku boleh seterang-terangnya, tapi dzatku tetap sunyi dan tak terasa apa-apa.
Setelah sadar siapa jati diriku (dzatku) bulu kudukku berdiri, setelahnya aku diam seribu bahasa, sambil menunggu yang sepaham denganku untuk mengungkap kesamaannya, karena aku tahu aku tidak sendiri, banyak diluarku yang seirama dengan kesejatian ini.
هَلْ اَتٰى عَلَى الْاِنْسَانِ حِيْنٌ مِّنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْـًٔا مَّذْكُوْرًا
Bukankah telah datang kepada manusia suatu waktu dari masa yang ia belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (Al-Insan: 1).