POLITIK UANG MENGGAMBARKAN MISKINNYA DAERAH KITA

 

Oleh : AlMisry Al Isaqi (Alumni Mediator Non Hakim IPPI)

Takengon-1fakta.com

Demokrasi merupakan salah satu bentuk dari sistem pemerintahan yang diangap menjadi sistem pemerintahan moderen saat ini di Negara kita.Karena demokrasi menjadi tonggak kekuasan yang ideal dalam membagi kekuasan berdasarkan kewajiban dan fungsinya.

Namun sepeti yang kita ketahui bersama sistem demokrasi memang sangatlah adil dalam prosesi pemilihan dan perebutan kekuasan pemerintah,meski kecil akan kecurangan dan cendrung menciptakan rasa keadilan akan tetapi demokrasi sangatlah membutuhan kekuatan finansial dalam menjalankannya,sudah menjadi rahasia umum dalam menjalankan suatau pesta demokrasi. Oleh karena itu, yang sangat dibutuhkan pada peserta pemilu ialah kekuatan materi yang tidak sedikit,didalam penyelenggaraan pemilu dibutuhkan bukan hanya dari setiap peserta demokrasi tersebut, melainkan juga penyelengara demokrasi. Transisi demokrasi di daerah kita,berbagai fenomena praktek pemilihan umum yang lahir tidak mencerminkan asas-asas demokratis. Salah satu praktek tersebut adalah politik uang (money politics).

Secara umum, pengertian politik uang dalam pemahaman saya ini adalah terkait upaya mempengaruhi masa pemilu dengan imbalan materi berupa pemberian langsung uang tunai, pemberian bantuan/sumbangan barang, pemberian bahan pokok berupa sembako,dan memberi dan menjanjikan iming-iming “sesuatu‟ untuk mendapatkan keuntungan politik, Seperti yang kita kenal dengan politik transaksional.Pengertian ini secara umum ada kesamaan dengan pemberian uang atau barang kepada seseorang karena memiliki maksud politik yang tersembunyi dibalik pemberian itu.Jika maksud tersebut tidak ada,maka pemberian tidak akan dilakukan.

Tanpa kita sadari kegiatan dalam politik Uang telah menggambarkan bahwa kita semua masih berada dalam Daerah yang miskin,di luar dari kesejahteraan rakyat. Seperti yang pernah kami sampaikan,adanya politik uang itu menunjukan bahwa masyarakat kita belum berada dalam tingkat kesejahteraan, karena biaya hidup yang sangat tinggi sehingga menjadikan pesta demokrasi adalah momentum untuk mendapatkan penghasilan dalam keluarga.

Dan kita mesti sepakat pernyataan tersebut, karena jika kita membandingkan dengan Daerah maju lainnya, Politik Uang “Money Politics” dilakukan saat berkampanye,membayar para artis-artis pengisi acara. Dan istilah Politik Uang yang terdapat di daerah luar yaitu masyarakat yang mengumpulkan uang semampunya untuk memberikan kepada kandidat yang telah mereka mempercayai untuk dapat mewujudkan impian masyarakat dalam kesejahteraan.

Bukan pelaku peserta pemilu yang memberikan uang kepada masyarakat untuk memproleh suara. Dengan itu sama dengan kita telah melatih pola pikir masyarakat dan generasi akan datang untuk menjadi orang yang tidak berpotensi, tidak melatih pemikiran yang kreatif untuk melahirkan konsep perubahan dimasa depan.

Sehingga saya coba membaca Teori dari Karl Mark yang memusatkan pada masalah-masalah ekonomi tidak lain adalah masalah kapitalisme dalam berdemokrasi sehingga terlahirlah Politik Uang yang salah. Namun dalam pengamatan Simmel, manusia moderen telah menjadikan uang sebagai tujuan utama, padahal sebetulnya uang hanya merupakan sarana transaksi dalam menunjang kehidupan. Bersamaaan dengan hal tersebut, muncullah dampak-dampak negatif terhadap individu,seperti sinisme.Dampak ekonomi lainnya adalah reduksi nilai-nilai dalam kehidupan manusia, contohnya : kebanyakan manusia yang menilai sesuatu lebih berdasarkan uang, dan menganggap uang adalah segalanya.

Jadi adanya Politik Uang dalam Masyarakat,telah menunjukan kita sedang berada di Daerah yang miskin karena lebih memilih uang dengan alasan biaya hidup dan krisis kepercayaan terhadap perlaku politisi,sehingga mengeluarkan kita dari makna berdemokrasi.

(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *