TAPUT – 1Fakta. Com
Proyek revitalisasi di salah satu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) menuai sorotan tajam publik. Lemahnya pengawasan diduga membuat pelaksana kegiatan bekerja terkesan “suka-suka”, tanpa mengindahkan standar keselamatan kerja dan kualitas konstruksi.
Pantauan di lapangan menunjukkan sejumlah pekerjaan tampak tidak rapi, material bangunan dibiarkan berserakan, serta hasil pengerjaan terkesan asal jadi. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat, baik terhadap mutu bangunan maupun keselamatan pekerja dan lingkungan sekitar.
Sorotan semakin menguat setelah ditemukan dugaan keterlibatan pekerja yang masih di bawah umur di lokasi proyek. Anak-anak tersebut terlihat bekerja tanpa menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm dan perlengkapan keselamatan standar lainnya. Praktik ini dinilai berpotensi melanggar aturan keselamatan kerja, ketenagakerjaan, serta Undang-Undang Perlindungan Anak.
“Ini proyek pemerintah, bukan pekerjaan sembarangan. Kalau sampai ada kecelakaan, siapa yang mau bertanggung jawab?” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Upaya konfirmasi telah dilakukan awak media kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, Jefei Lubis. Namun hingga berita ini dikirimkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan. Sementara itu, kepala sekolah yang diduga mengetahui adanya aktivitas anak-anak di lokasi proyek juga tidak merespons konfirmasi melalui pesan WhatsApp.(Senin,15/12/2025)
Padahal, sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) memiliki peran strategis dalam pengawasan proyek ini.
Dinas Pekerjaan Umum (DPU) bertanggung jawab memastikan mutu teknis dan keselamatan pekerjaan konstruksi.
Dinas Pendidikan berkewajiban memastikan lingkungan sekolah aman serta bebas dari praktik yang melanggar hukum, termasuk keterlibatan anak dalam3 pekerjaan berisiko.
Inspektorat Taput berfungsi melakukan pengawasan internal terhadap prosedur dan penggunaan anggaran.
Sementara DPRD Taput menjalankan fungsi pengawasan eksternal guna memastikan akuntabilitas dan kepatuhan hukum.
Secara regulasi, kondisi di lapangan ini berpotensi melanggar UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, serta UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang secara tegas melarang pelibatan anak dalam pekerjaan yang membahayakan keselamatan dan kesehatan.
Meski proyek revitalisasi bertujuan meningkatkan fasilitas publik, lemahnya pengawasan internal dan eksternal menjadi catatan serius. Publik mendesak pemerintah daerah dan instansi terkait segera mengambil langkah tegas, mulai dari penghentian sementara pekerjaan, audit teknis menyeluruh, hingga penindakan jika ditemukan pelanggaran.
Transparansi, kepatuhan terhadap standar keselamatan, serta perlindungan anak menjadi syarat mutlak agar proyek revitalisasi benar-benar memberi manfaat dan tidak justru memicu persoalan hukum di kemudian hari.
(1F/Mukhtar.S)

