Taput – 1fakta.com
Ratusan warga masyarakat bersama mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL menggelar unjuk rasa di depan kantor DPRD Kabupaten Tapanali Utara (Taput) dan Kantor Bupati Taput, Jumat, 31 Januari 2025.
Kedatangan para demonstran ini memakai Ulos Batak sebagai lambang kebesaran budaya orang batak ingin menuntut agar PT Toba Pulp Lestari (TPL) ditutup hal itu disebabkan ke Aroganan dan keburutalan juga meresahkan masyarakat adat Nagasaribu-Onanharbangan. Pohan Jae Kecamatan Siborongborong.
“Setelah tanah adatnya dirampas, hutannya ditebangi dan menggantinya dengan tananam ekalipus. masyarakat adat mengalami pencemaran sumber air bersih dan bencana alam menghantui,” ujar salah searang peserta aksi, Bangun Simajuntak, Jumat, 31 Januari 2025.
Menurutnya, PT TPL menjadi perwujudan ketidakadilan bagi masyarakat adat, Nagasaribu onan harbangan dan menyisakan luka yang menyakitkan terhadap identitas dan budaya lokal. “Namun sampai saat ini tidak ada tindakan yang serius dari pemerintah chusus Kabupaten Tapanuli Utara yang mengakui dan melindungi keberadaan masyarakat adat,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, Warga melakukan demi dan mengajukan beberapa tuntutan,Kepada pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Utara * di antaranya :
1.Mencabut izin PT. Toba Pulp Lestari dari tanah Batak.
2,Menghentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang berjuang atas hak-haknya.
3. Menghentikan penebangan hutan di kawasan Danau Toba.
4. Mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat.
5. Menyelamatkan bumi dari krisis iklim. ( Sumber air)
6. Mendesak DPRD Taput dan Pemda Taput untuk segera membentuk Pansus Percepatan Penyelesaian Masalah Masyarakat Adat dengan PT Toba Pulp Lestari.
7. Hentikan proses pengukuhan kawasan hutan negara tanpa melibatkan masyarakat adat di Sumatera Utara chusus Kabupaten Tapanuli Utara.
Warga juga mempertanyakan terkait luasan wilayah adat, di mana sebelumnya diusulkan seluas 2.508,62 Ha, namun yang ditetapkan oleh Bupati Tapanuli Utara hanya seluas 2.291,83 Ha. Hal ini menyebabkan masyarakat adat kehilangan tanah adat seluas sekitar 216,75 Ha.
Diminta Kepada pemerintah daerah, provinsi dan Pemerintah pusat agar memberi perhatian kepada warga apalagi menyangkut tentang kehidupan rakyat banyak. ( smarth )